GAGASAN PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA
1. Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)
Munculnya PPPKI dipelopori oleh Ir. Soekarno. Gagasan munculnya PPPKI ini adalah sebagai akibat gagalnya gerakan PKI dalam menumbangkan kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu, Ir. Soekamo ber-pendapat bahwa pemerintah kolonial Belanda tidak akan dapat diusir dari wilayah Indonesia tanpa adanya persatuan dan kesatuan di antara rakyat maupun organisasi-organisasi di wilayah Indonesia. Dalam upaya mewujudkan pembentukan federasi organisasi-organisasi politik di wilayah Indonesia, maka diadakanlah suatu pertemuan. Pertemuan itu diselenggarakan di Bandung dari tanggal 17-18 Desember 1927 dan dihadiri wakil dari berbagai organisasi. Wakil-wakil dari PSI, BU, PNI, Pasundan, Sumateranen Bond, Kaum Betawi dan kelompok studi Indonesia sepakat mendirikan federasi partai politik yang bernama Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).
Setelah PPPKI terbentuk, maka PPPKI berupaya untuk menyelenggara-kan kongres dalam rangka memantapkan perjuangan untuk mencapai cita-cita Indonesia merdeka. Kongres PPPKI pertama diselenggarakan di Surabaya pada tanggal 2 September 1928. Dalam kongres itu wakil-wakil partai politik menyatakan harapannya bahwa kongres itu merupakan permulaan era baru bagi gerakan kebangsaan Indonesia. Rapat kerja yang diselenggarakan pada kongres PPPKI itu membahas masalah pendidikan nasional, bank nasional, dan cara-cara memperkuat kerja sama. Tokoh-tokoh yang hadir dalam rapat kerja itu di antaranya HOS Cokroaminoto (PSI), Ir. Soekarno (PNI), Otto Subrata (Pasundan), Muhammad Husni Thamrin (Kaum Betawi). Tokoh-tokoh tersebut berhasil menyiapkan aksi jangka pendek. Sementara itu kongres juga berhasil menunjuk Sutomo menduduki jabatan Ketua Majelis Pertimbangan PPPKI. Namun sebelum PPPKI berhasil menjadi federasi dari kekuatan partai politik, tiba-tiba pemerintah kolonial Belanda melakukan intervensi terhadap partai-partai yang bersifat nonkooperasi. Intervensi pemerintah kolonial Belanda itu dapat mempercepat runtuhnya PPPKI. Maka dalam kongres PPPKI kedua di Solo 25-27 Desember 1929 perpecahan semakin tampak jelas antara golongan moderat dan golongan radikal.
Di samping itu, juga masalah kebangsaan dipersoalkan kembali. Hal ini disebabkan kelompok Islam tidak mau menerima istilah kebangsaan (alasannya karena yang digabung pada PPPKI itu hanyalah organisasi dari kelompok nasionalis saja). Namun Ir. Soekarno sebagai pencetus berdirinya PPPKI menyatakan bahwa istilah nasionalis itu bukan hanya istilah kebangsaan saja tetapi nasional. Bahkan secara tegas setiap partai menyatakan cita-cita nasional yaitu bertujuan untuk mencapai Indonesia merdeka /istilah kebangsaan telah itu tercantum di dalamnya.
Perpecahan yang terjadi dalam PPPKI tidak dapat dihindarkan lagi. Ir. Soekarno yang dipandang sebagai simbol pemersatu dalam tubuh PPPKI, pada bulan Agustus 1930 dihadapkan pada pengadilan negeri Bandung. la ditangkap setelah menghadiri kongres PPPKI di Yogyakarta.
2. Kongres Pemuda
a. Latar Belakang Munculnya Kongres Pemuda Indonesia
Perkembangan nasionalisme Indonesia terjadi secara simultan dan tidak menjangkau partai-partai politik serta organisasi-organisasi pemuda yang berada dalam proses politik yang makin meningkat. Perhimpunan dan federasi dari berbagai kelompok organisasi tersebut merupakan salah satu wadah yang diinginkan pada waktu itu, karena hanya melalui kerjasama dan wadah bersama itu gerakan kebangsaan menjadi lebih kuat.
Para pelajar dan mahasiswa dari beberapa organisasi mulai bergabung dalam satu wadah bersama, yaitu Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang didirikan pada tahun 1926. Anggota terbanyak berasal dari mahasiswa fakultas hukum, teknik, dan kedokteran di Bandung dan Jakarta. Untuk merealisasikan semangat persatuan dalam wadah nasionalisme itu, mereka menyelenggarakan Kongres Pemuda I pada bulan Mei tahun 1926. Mereka ingin menyingkirkan perbedaan-perbedaan sempit berdasarkan daerah dan ingin menciptakan kesatuan seluruh bangsa Indonesia. Maka pada tanggal 30 April - 2 Mei 1926 diselenggarakan Kongres Pemuda I di Jakarta (Batavia) dengan dipimpin oleh Moh. Tabrahi dari Jong Java.
Tujuan kongres adalah membentuk badan sentral, memajukan paham persatuan kebangsaan, dan mempererat hubungan di antara semua per¬kumpulan pemuda kebangsaan.
Kongres diadakan oleh semua perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatera Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Minahasa, Jong Batak dan Jong Islamieten Bond. Mereka membentuk badan komite yang diketuai oleh Moh. Tabrani dari Jong Java, sekretaris Jamaluddin Adi Negoro dari Jong Sumatranen Bond dan bendahara Suwarso. Anggota panitia penyelenggara kongres lain adalah Bahder Johan (Jong Sumatera Bond), Jan Toule Soulemwir, Paul Pinontoan, Hamami, Sanusi Pane, dan Sarbini.
Dalam buku Verslag Van Hel Eerste Indonesisch }ong Conggres yang diterbitkan oleh panitia kongres, Moh Tabrani, di dalam karangannya tentang Kongres Pemuda I mengatakan, "menggugah semangat kerjasama di antara bermacam organisasi pemuda tanah air kita, supaya dapat mewujudkan kelahiran persatuan Indonesia, di tengah bangsa-bangsa di dunia".
Dalam kongres tersebut Muhammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond memberikan ceramah tentang bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. la mengatakan, tanpa mengurangi penghargaan terhadap bahasa-bahasa daerah seperti Sunda, Aceh, Bugis, Madura, Minangkabau, Rotti, Batak dan lain-lain, menurutnya hanya ada dua bahasa yaitu bahasa Jawa dan bahasa Melayu yang mendukung harapan menjadi bahasa persatuan di masa depan. Namun menurut keyakinannya, bahasa Melayu lambat laun akan menjadi Bahasa Persatuan atau Bahasa Pergaulan bagi rakyat Indonesia.
Akan tetapi, pembicaraan mengenai fusi dari semua perkumpulan pemuda tidak mendatangkan keputusan di dalam kongres. Meskipun demikian, kongres telah memperkuat cita-cita Indonesia bersatu. Setelah kongres selesai, diadakan konferensi lanjutan pada tanggal 15 Agustus 1926 yang dihadiri oleh wakil-wakil Jong Java, Jong Islamieten Bond, Jong Sumatranen Bond, dan Jong Batak. Koferensi mengambil suatu keputusan, supaya usaha yang telah dirintis pada Kongres Pemuda Indonesia I dilanjutkan dengan membentuk fusi pemuda atau federasi pemuda.
b. Kongres Pemuda Indonesia II
Perkumpulan pemuda yang memegang peranan aktif dalam Kongres Pemuda Indonesia II adalah Pemuda Indonesia dan PPPI (Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia). Mereka mengambil inisiatif untuk melaksanakan kongres. Di samping itu, kongres juga dihadiri oleh Jong Java, Jong Suma¬tranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon dan Jong Batak. Pemuda Indonesia didirikan di Bandung pada tanggal 20 Pebruari 1927. Para mahasiswa yang tergabung dalam Algemene Studie Club dan PPPI mendirikan PNI pada tanggal 4 Juli 1927 di Bandung. Mahasiswa-mahasiswa anggota Perhimpunan Indonesia yang telah kembali dari Belanda antara lain Sartono S.H, Surname S.H, Ir. Soekarno, IT. Anwari, Iskaq S.H, Budiarto S.H, dan Wiryono S.H. Seperti halnya PNI, Pemuda Indonesia berpaham kebangsaan Indonesia yang radikal. Mereka menggelarkan semangat kebangsaan atau nasionalisme Indonesia yang berasaskan persatuan (unitaris) serta bertujuan untuk memperluas dan menyebarkan ide persatuan Indonesia di kalangan perkumpulan pemuda. Dengan demikian Pemuda Indonesia adalah perkumpulan pemuda yang bersifat nasionalis dan meninggalkan sifat-sifat kedaerahannya.
PPPI adalah perkumpulan dari para mahasiswa Recht Shoolgeschar dan STOVIA. Organisasi ini didirikan pada bulan September 1926 di Jakarta oleh beberapa mahasiswa di antaranya Sugondo, Suwiryo, Suryono, dan Susalit. Anggotanya terdiri atas para mahasiswa Jakarta dan Bandung.
Asas PPPI sangat dipengaruhi oleh asas Perhimpunan Indonesia di Belanda, yaitu:
1) Kebangkitan Indonesia;
2) Antitesis kolonial di antara penjajahan dan yang dijajah, nonkooperatif;
3) mendidik para anggotanya dalam memenuhi kewajibannya di masyarakat, yaitu berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia.
Dengan demikian asas PPPI sama dengan Pemuda Indonesia, yaitu sama-sama meninggalkan sifat kedaerahan. Oleh karena itu, peranan PPPI dan Pemuda Indonesia sangat besar dalam mempelopori cita-cita kesatuan bangsa Indonesia dalam Kongres Pemuda II. Ketua PPPI pertama adalah Prof. A. Sigit dan kemudian digantikan Sugondo Joyopuspito (juga menjadi ketua pelaksana Kongres Pemuda II).
Fenyelenggaraan Kongres Pemuda II mengadakan tiga kali rapat. Rapat dilakukan di Gedung Katholik Jonglingen Bond di Waterloopein. Rapat kedua tanggal 28 Oktober 1928 pagi di Gedung Oost Java Bioscoop di Koningsplein Noord dan rapat ketiga (rapat terakhir) pada tanggal 28 Oktober 1928 malam di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat 106 Jakarta. Dalam rapat ini disetujui usul resolusi yang dirancang oleh Muhammad Yamin, yakni Sumpah Pemuda yang berisi satu bangsa, satu nusa, dan satu bahasa Indonesia. Rapat dihadiri oleh sekitar 750 orang yang terdiri atas wakil-wakil perkumpulan pemuda.
Kongres berhasil menetapkan ikrar atau Sumpah Pemuda yang selanjutnya menjadi landasan perjuangan untuk mencapai Indonesia merdeka. Oleh karena itu, pada malam penutupan kongres, untuk kali pertama diperdengarkan lagu Indonesia Raya oleh penggubahnya, W.R Supratman. la menyanyikan lagu tersebut dengan mengguna-kan biola, karena jika dinyanyikan dengan syaimya kemungkinan akan dilarang oleh polisi. Sejak saat itu lagu Indonesia Raya diakui sebagai lagu kebangsaan oleh PNI, PPKI, Indonesia Muda, dan hampir semua perkumpulan Pemuda.
3. Gabungan Politik Indonesia (GAPI)
a. Petisi Sutarjo
Langkah-langkah baru dalam pergerakan nasional perlu dilakukan karena terjadinya perubahan situasi. Gerakan-gerakan nonkooperatif jelas tidak mendapat jalan, dan harus ada di bawah persetujuan pemerintah Hindia Belanda dan Kerajaan Belanda. Oleh karena itu, rupanya masih ada jalan untuk meneruskan perjuangan lewat Dewan Rakyat. Partai-partai politik masih ada kesepakatan untuk melakukan aksi bersama, sehingga muncul apa yang dikenal sebagai Petisi Sutarjo pada tanggal 15 Juli 1936.
Sutarjo mengajukan usul kepada pemerintah Hindia Belanda agar diadakan konferensi Kerajaan Belanda yang membahas status politik Hindia Belanda. la menginginkan kejelasan status politik Hindia Belanda dalam 10 tahun mendatang yang berupa status otonomi, meskipun masih ada dalam batas pasal 1 Undang-undang Dasar Kerajaan Belanda. Hal ini dimaksudkan agar tercapai kerja sama yang mendorong rakyat untuk memajukan negerinya dengan rencana yang mantap dalam menentukan kebijakan politik, ekonomi, dan sosial. Jelas bahwa petisi ini bersifat moderat dan kooperatif melalui
cara-cara yang sah dalam Dewan Rakyat.
Petisi yang ditandatangani I.J. Kasimo, Ratulangi, Datuk Tumenggung, dan Kwo Kwat Tiong dapat dipandang sebagai upaya untuk keluar dari jalan sempit yang dilalui para nasionalis. Berbagai pihak memberikan kritik. Sebagian mengatakan bahwa penganjur petisi itu tidak ada bedanya dengan r peminta-minta yang minta dikasihani, sedangkan yang lain mengatakan petisi .itu mengurangi perjuangan otonomi. Pada umumnya pihak Belanda menolak petisi itu dan Vaderlandse Club (VC) menganggap hal itu terlalu prematur. rPartai Kristen, Partai Katolik, dan kaum Indo berpandangan bahwa petisi tersebut diajukan pada saat yang tidak tepat, karena ada masalah-masalah lain yang lebih besar dan sedang dihadapi.
Meskipun dalam Dewan Rakyat lebih banyak menyetujui petisi itu, tetapi peme¬rintah menganggap masih terlalu prematur dan otonomi yang diusulkan dianggap tidak wajar. Dengan kata lain, pemerintah tidak menginginkan adanya perubahan yang di¬anggap membuka peluang yang mengancam runtuhnya bangunan kolonial.
Makin majunya tuntutan para nasionalis membuktikan runtuhnya politik etis yang selalu didambakan, karena pemerintah masih memegang kuat paternalismenya, sehingga dapat diramalkan bahwa Petisi Sutarjo itu tidak akan berhasil. Para nasionalis sendiri menganggap bahwa petisi harus disebarluaskan ke tengah masyarakat. Pada tahun 1938 banyak diselenggaarakan rapat untuk mendukung petisi itu. Rapat-rapat itu merupakan suatu usaha gigih yang dilakukan para nasionalis waktu itu.
b. Gabungan Politik Indonesia (GAPI) dan Indonesia Berparlemen
1) Latar Belakang Berdirinya GAPI
Keputusan penolakan Petisi Sutarjo itu sangat mengecewakan para pemimpin nasibnal. Lebih-lebih kalau dilihat dari lamanya petisi itu meng-gantung sampai dua tahun baru diberitahukan penolakan, yang sudah barang tentu mengecewakan barisan nasional. Hal ini jelas melemahkan semangat mereka dan ada tanda-tanda terjadi perbedaan pendapat. Sebagian mengata¬kan bahwa kegagalan itu karena kemauan kita kurang kuat. Namun perlu dilihat mengapa kegagalan itu tidak menimbulkan reaksi di pihak pergerakan secara jelas. Memang perlu diketahui bahwa saat itu kekuatan pemukul pergerakan sedang dalam keadaan terikat dan sudah tidak bebas lagi mengayunkan tangannya secara bebas. Mereka hanya mau menerima kenyataan dan menerima keadaan mengenai kelemahan sendiri sambil mencari jalan keluar untuk mengatasinya. Aksi secara besar-besaran tidak tampak dan PPPKI yang sudah ada ternyata tidak mampu menyusun kekuatan baru.
Untuk mengatasi krisis kekuatan nasional ini, Muhammad Husni Thamrin mencari jalan keluar yang ditempuhnya melalui pembentukan organisasi baru yaitu mendirikan GAPI pada tanggal 21 Mei 1939. Organisasi ini adalah gabungan dari Parindra, Gerindo, Persatuan Minahasa, Partai Islam Indonesia, Partai Katolik Indonesia, Pasundan, dan PSII. Dari banyaknya partai yang tergabung jelas bahwa organisasi itu ingin membentuk satu kekuatan nasional baru yang lebih efektif dari pada bergerak sendiri-sendiri. Itu semua adalah dorongan dari dalam yang ingin membentuk wadah bersama guna memobilisasikan kekuatan massa, sedangkan dorongan dari luar berupa ancaman perang yang segera timbul karena Jepang sudah bergerak ke Selatan. Kerja sama ini dapat direalisasikan jika rakyat Indonesia diberi hak-hak baru.
2) Perkembangan GAPI
GAPI hendak mengadakan aksi, menuntut pemerintah dengan mengadakan parlemen yang disusun dan dipilih oleh rakyat Indonesia dan kepada parlemen itulah pemerintah harus bertanggung jawab. Jika tuntutan GAPI itu diluluskan oleh pemerintah, GAPI akan mengajak seluruh rakyat untuk mengimbangi kemurahan hati pemerintah. Itulah jawaban pergerakan nasional terhadap pemerintah karena penolakan Petisi Sutarjo.
Pada tanggal 24 Oktober 1939, GAPI membentuk badan Kongres Rakyat Indonesia (KRI) yang bertujuan untuk membahagiakan dan memakmurkan penduduk. Kegiatan GAPI selanjutnya dilakukan oleh KRI dengan mengadakan kongres-kongres. "Indonesia Berparlemen" tetap merupakan tujuan utama GAPI, selain memajukan masalah-masalah sosial-ekonomi. Bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi, lagu Indonesia Raya menjadi lagu kebangsaan dan bendera Merah Putih menjadi bendera Indonesia.
Pemerintah memberikan reaksi dingin terhadap resolusi GAPI dan sangat disayangkan karena ia tidak akan memberi perubahan sebelum perang selesai. Untuk ini semua pemerintah hanya menjawab dengan membentuk Komisi Visman. Meskipun demikian, GAPI terus menempuh demi tercapainya "Indonesia Berparlemen". Jelas bahwa GAPI benar-benar merealisasikan pikiran rakyat yang mengingin kan negara yang berdiri sendiri.
Untuk lebih mengefektifkan perjuangan GAPI, KRI yang sudah ada itu diubah menjadi Majelis Rakyat Indonesia (MRI) dalam konferensi di Yogyakarta pada tanggal 14 September 1941. MRI dianggap badan perwakilan segenap rakyat Indonesia yang akan mencapai kesentosaan dan kemuliaan berdasarkan demokrasi. Kepentingan rakyatlah yang harus didahulukan di berbagai bidang. Sebagai satu federasi, maka yang duduk dalam dewan pimpinan adalah GAPI, MIAI, dan PVPN, berturut-turut mewakili federasi organisasi politik, organisasi Islam, dan Federasi Serikat Sekerja dan Pegawai Negeri.
Setiap organisasi yang menjadi wadah federasi partai politik mempunyai organ-organ pelaksanaan. Hal ini dapat dibanding-bandingkan antara PPPKI dengan kongres Indonesia Raya, GAPI dengan KRI, dan Dewan Pimpinan dengan MRI. Organisasi yang terakhir ini dipandang sebagai bentuk yang paling maju, karena di dalamnya tergabung tidak hanya organisasi politik, tetapi juga organisasi sosial dan keagamaan. Pemilihan Pengurus Dewan Pimpinan yang diadakan pada bulan November 1941 memilih Mr. Sartono sebagai ketua. Persiapan ke arah kongres MRI bulan Mei 1942 sudah dilakukan. Seperti biasanya, organisasi yang federatif tidak mampu bertahan lama, karena di dalamnya terdapat perbedaan pendapat, maka satu persatu keluar dari federasi itu. Bulan Desember 1941, PSII keluar dari GAPI. Meskipun demikian organisasi ini menghadiri Kongres Rakyat Indonesia di Yogya pada tanggal 13 September 1942 yang juga didukung oleh MIAI, PVPN, Kongres Perempuan Indonesia, Isteri Indonesia, Perti, PSII, Parindra, Gerindo, Pasundan, PII, PPKI, PAI, NU, PPBB, Muhammadiyah, PMM, dan Taman Siswa yang semuanya mendukung pendirian MRI.
c. Komisi Visman
Satu-satunya kaum nasionalis yang dipenuhi oleh pemerintah ialah pembentukan Komisi Visman pada bulan Maret 1941. Panitia bertugas menyelidiki sampai di mana kehendak rakyat Indonesia sehubungan dengan perubahan pemerintah. Akan tetapi pelaksanaan komisi ini sangat men-jengkelkan, karena hasil yang dicapai komisi itu adalah keinginan orang-orang Indonesia yang hanya menginginkan bahwa Indonesia masih tetap dalam ikatan dengan Kerajaan Belanda. Dengan kata lain, sebenarnya Komisi Visman ini pun tidak memuaskan dan boleh dikatakan bahwa komisi ini hanya sekedar memberi angin kaum nasionalis dan tidak sungguh-sungguh ingin mengadakan perubahan ketatanegaraan bagi Indonesia.
4. Peristiwa-peristiwa penting dan Kebijakan Keras Pemerintah Kolonial terhadap Indonesia
Indische Partij Menetang Perayaan Kemerdekaan Negeri Belanda. Pada tahun 1913, merupakan tahun yang ke seratus terbebasnya negeri Belanda dari kekuasaan Perancis. Pemerintah kolonial Belanda ingin merayakan kemerdekaan negeri Belanda di Indonesia. Perayaan ini dilakukan dengan memungut dana dari rakyat Indonesia. Mengetahui keinginan pemerintah kolonial Belanda seperti itu, maka tokoh-tokoh Indische Partij melakukan protes keras. Protes itu terlihat jelas pada artikel yang ditulis oleh Suwardi Suryaningrat yang berjudul "Als ik een Nederlanders Was" yang berarti "Andaikan Aku Seorang Belanda."
Berdasarkan tulisan itu, maka ketiga tokoh Indische Partij, yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda. Mereka diadili dan kemudian dibuang ke negeri Belanda.
Penyebaran Paham Sosialis oleh ISDV. Seorang pegawai berpaham sosialis dan berkebangsaan Belanda dipekerjakan pada jawatan perkeretaapian. Tokoh sosialis itu bernama Sneevliet. la dengan cepat melihat bagaimana keadaan dan kehidupan rakyat Indonesia di bawah kekuasan pemerintah kolonial Belanda.
Kehidupan rakyat penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan, karena dipaksa untuk melakukan apapun yang menjadi kehendak pemerintah kolonial Belanda. Namun keinginan untuk memberikan bantuan terhadap rakyat Indonesia sudah tidak mungkin, karena rakyat Indonesia sudah terianjur anti terhadap orang-orang Belanda. Oleh karena itu, Sneevliet berusaha untuk dapat berhubungan dengan tokoh-tokoh bangsa Indonesia, agar dapat menyalurkan pahamnya itu kepada rakyat Indonesia.
Sneevliet sangat beruntung bertemu dengan Semaun, seorang tokoh Sarekat Islam cabang Semarang. Melalui Semaun ide-ide itu berhasil disalurkan ke masyarakat, sehingga masyarakat menyadari dan mulai melakukan berbagai gerakan yang menuntut pemerintah kolonial Belanda. Akibat berkembangnya ide sosial itu, menyebabkan pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk mengembalikan Sneevliet ke negeri asalnya, Belanda.
Pemberontakan PK1 tahun 1926 dan 1927. Pada tahun 1920 terjadi penggabungan ISDV dengan Sarekat Islam Merah dan kemudian membentuk partai baru yang bernama Partai Komunis Indonesia (PKI). Organisasi PKI ini bersifat non-kooperatif dan bergerak sangat radikal. PKI dengan cepat berpengaruh di kalangan rakyat Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 1926 dan 1927 PKI mengadakan pemberontakan terhadap pemerintah kolonial Belanda. Kedua pemberontakan itu mengalami kegagalan. Akibatnya pemerintah kolonial Belanda mengambil tindakan tegas kepada PKI dan menyatakannya sebagai partai terlarang di wilayah Hindia Belanda. Selain itu para pemimpinnya banyak yang ditangkap serta dibuang ke luar negeri, atau ada juga yang berhasil meloloskan dirinya ke luar negeri seperti ke Rusia maupun ke negeri Belanda.
Propaganda Soekarno melalui PNI. Sejak awal Partai Nasional Indonesia (PNI) terbentuk. Bung Kamo telah menyadari bahwa untuk melawan kaum imperialisme hendaknya dengan kekuatan yang seimbang dengan yang dimiliki oleh pemerintah kolonial Belanda. Perjuangannya adalah untuk mencapai Indonesia Merdeka yang berdasarkan kepada sosio-nasionalisme , dan sosio-demokrasi.
Propaganda-propaganda yang dilakukan oleh Soekarno melalui PNI ternyata menggoyahkan kedudukan pemerintah kolonial Belanda. Oleh karena itu. Soekarno bersama para pemimpin PNI lainnya ditangkap dan diadili di Pengadilan Tinggi Negeri Bandung. Pada Pengadilan Negeri Bandung itu. Selanjutnya Soekarno memberikan pidato pembelaan yang berjudul "Indonesia Menggugat". Walaupun demikian, akhirnya pengadilan memutuskan bahwa Soekarno bersama para pemimpin lainnya dianggap bersalah dan kemudian dijatuhi hukuman penjara.
e. Tuntutan GAPI tentang Indonesia Berparlemen
Akibat kegagalan perjuangan organisasi-organisasi politik, baik yang bersifat non-kooperasi maupun kooperasi, beberapa tokoh politik menghimpun suatu kekuatan dan bersepakat untuk membentuk organisasi baru yang kemudian diberi nama Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Perjuangan GAPI sebagai organisasi politik adalah menuntut Indonesia berparlemen. Hal ini dimaksudkan untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia secara bertahap melalui parlemen. Namun tuntutan GAPI tidak mendapat tanggapan dari pemerintah pusat Kerajaan Belanda, karena khawatir daerah jajahannya lepas.
Namun satu-satunya tuntutan kaum nasionalis yang dipenuhi oleh Pemerintah Kerajaan Belanda adalah pembentukan Komisi Visman pada bulan Maret 1941. Komisi ini bertugas untuk menyelidiki kehendak rakyat Indonesia sehubungan dengan terjadinya perubahan pemerintahan. Namun ternyata komisi ini tidak memuaskan kehendak rakyat maupun para pemimpin perjuangan, hingga jatuhnya kekuasaan kolonial Belanda ke tangan pasukan Jepang. Di samping hal-hal tersebut masih terdapat banyak masalah yang mengakibatkan pemerintah kolonial Belanda mengambil tindakan tegas, terhadap kaum pergerakan bangsa Indonesia